Nikmat Berganti Adzab

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغ

“Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia terlena dengannya, kesehatan dan waktu luang” (HR. Bukhari)

Begitukah manusia? Lupa bagaimana nikmatnya kesehatan, tidak sadar bahwa dirinya mendapatkan anugerah kenikmatan yang besar yaitu kesehatan. Dia akan terus lupa hingga sedikit demi sedikit kenikmatan tersebut hilang berganti dengan sakit yang melanda. Barulah ketika itu dia akan sadar. Sadar bahwa kemarin dia masih bisa berjalan bahkan berlari dengan gagahnya. Sadar bahwa kemarin dia masih bisa makan dengan nikmatnya. Sadar bahwa dia kemarin masih bisa gembira, tertawa, dan bercanda dengan keluarga dan sejawat. Sadar bahwa dia kemarin tidak sadar. Kesadaran yang selalu terlambat. Begitukah manusia?

Begitu juga nikmatnya waktu luang yang dia punyai. Tak akan dia sadari kecuali ketika waktu luang tersebut berganti dengan kesibukan yang memaksanya untuk terus menerus berpacu dengan waktu. Ketika itulah dia akan menyadari, betapa pentingnya waktu yang dia punyai. Sampai-sampai seandainya dia bisa membeli waktu sehingga satu hari satu malam menjadi 25 jam, dia akan membelinya. Begitukah manusia?

Ya, begitulah manusia. Sedikit sekali dari kalangan mereka yang bisa mensyukuri nikmat Allah yang tercurahkan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman:

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Dan sangat sedikit dari hambaKu yang bersyukur” (Saba’ 13)

Padahal Allah memerintahkan hambanya untuk selalu bersyukur kepadaNya. Allah Ta’ala berfirman:

وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan bersyukurlah kalian atas nikmat Allah kepada kalian jika kalian benar-benar hanya beribadah kepadaNya” (An Nahl 114)

Dan Allah menjanjikan bagi mereka yang bersyukur Allah akan menambah kenikmatannya. Sebaliknya Dia mengancam bagi siapa yang kufur nikmat, tidak bersyukur atas nikmat yang dia dapatkan dengan adzab yang sangat pedih.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Seandainya Kalian benar-benar bersyukur sungguh Kami akan tambahkan kepada kalian. Dan kalau kalian benar-benar kufur maka sesungguhnya adzabKu sangatlah pedih.” (Ibrahim 7)

Tidakkah kita takut akan kehilangan kenikmatan dan tergantikan dengan adzab yang sangat pedih? Rasanya tidak ada seorang pun yang akan menjawab bahwa dia tidak takut. Semua orang ingin kenikmatan yang dia dapatkan selalu berada digenggamannya. Tidak akan dia biarkan lepas begitu saja.

Kalau begitu, apa yang telah kita lakukan untuk menjaga kenikmatan-kenikmatan tersebut? Sudahkan kita bersyukur sebagaimana telah diperintahkan? Ataukah kita kufur sehingga ancaman adzab yang sangat pedih yang sekarang menunggu kita? Sudahkah kita mengakui di dalam hati-hati kita bahwa semua kenikmatan yang kita dapatkan adalah anugerah dari Allah bukan semata-mata karena kepandaian, kecerdikan, dan kecakapan kita? Sudahkah kita membasahi lisan-lisan kita dengan berdzikir memuji Allah Ta’a atas segala kenikmatannya? Sudahkah kita menggunakan semua kenikmatan yang kita dapatkan tersebut sebagai fasilitas untuk lebih mendekatakan diri kepada Allah Ta’ala? Atau…

Apakah Engkau menunggu nikmat-nikmat tersebut dicabut dari dirimu baru Engkau akan bersyukur? La haula walaa quwwata illa billahil ‘adzhim.

Technorati Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,