Bermula dari pertanyaan seorang teman yang menanyakan “Benarkah tauhid itu adalah ibadah?” akhirnya berkembang menjadi sebuah diskusi yang cukup menarik dan juga alot. Sampai pada akhirnya, saya berjanji untuk menulis apa yang menjadi pertanyaan teman saya ini. Mungkin dari apa yang telah kami diskusikan, ada beberapa permasalahan yang perlu diajukan di sini:
- Kata-kata “Tauhid” apakah disebutkan di dalam Al Qur’an atau As Sunnah?
- Apakah tauhid termasuk ibadah? Apa dalil-dalilnya?
- Kalau iya, bukankah tauhid itu tidak datang dalam bentuk amalan yang tampak seperti halnya sholat, puasa, dan lain-lain?
Saya akan mencoba untuk menjelaskan sesuai dengan ilmu yang ada pada saya dan juga dengan merujuk beberapa referensi. Asta’in billah.
1. Kata-kata “Tauhid” apakah disebutkan di dalam Al Qur’an dan As Sunnah?
Adapun di dalam Al Qur’an, saya pribadi tidak mengetahui adanya lafadzh ini disebutkan dalam Al Qur’an. Walaupun “tauhid” secara makna, sangat banyak penyebutannya di dalam Al Qur’an. Sebagaimana yang telah lalu, bahwa makna tauhid, adalah pengesaan Allah terhadap hal-hal yang menjadi kekhususan Allah, dan tidak memalingkannya untuk selain Allah. Di antara kekhususan Allah ini adalah hak peribadatan, di mana tidak ada dzat yang berhak untuk diibadahi selain Allah Ta’ala. Seperti misalnya firman Allah Ta’ala:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Beribadahlah kalian hanya kepada Allah, dan janganlah kalian mensekutukan Allah dengan suatu apapun!” (An Nisa 36)
Juga firman Allah Ta’ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (agar mereka menyerukan): “Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thagut!” (An Nahl 36)
Dan firman Allah Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Ketahuilah bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah” (Muhammad 19)
Tiga ayat ini mengandung makna tauhid, yaitu menjadikan peribadatan hanya kepada Allah, dan menjauhi serta meninggalkan segala bentuk peribadatan kepada selain Allah. Inilah makna tauhid. Karena tauhid atau dalam bahasa kita pengesaan, tidak akan terjadi kecuali dengan tersusunnya dua unsur yang disebut rukun tauhid.
Rukun pertama, adalah penafian atau peniadaan adanya bentuk peribadatan kepada apapun selain kepada Allah.
Rukun kedua, adalah penetapan bahwasanya segala macam bentuk peribadatan hanyalah untuk Allah.
Perhatikanlah tiga ayat di atas, kedua rukun tersebut terdapat padanya. Dan ayat-ayat di atas adalah contoh. Masih banyak ayat-ayat lain yang maknanya memerintahkan kita untuk bertauhid.
Adapun di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus shahabatnya Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ke negeri Yaman untuk berdakwah di sana. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada Muadz:
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى….إلخ
“Sesungguhnya Engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab. Maka hendaknya awal dakwahmu kepada mereka adalah agar mereka bertauhid kepada Allah Ta’ala…” (HR. Al Bukhari)
“An Yuwahhiduu” kata-kata ini adalah pecahan dari akar katanya yaitu “tauhid”. Maka dengan ini pertanyaan pertama insya Allah telah terjawab. Dan untuk tambahan faedah, dari hadits di atas hendaknya seorang da’i memulai dakwahnya dengan dakwah kepada tauhid, pengesaan Allah di dalam beribadah kepadaNya. Sebagaimana ini juga awal dakwahnya seluruh nabi dan rasul ‘alaihim assholatu wa assalam.
2. Apakah tauhid termasuk ibadah? Apa dalil-dalilnya?
Sebenarnya, dari tulisan-tulisan sebelumnya pertanyaan ini sudah bisa terjawab. Dalam tulisan saya “Allah tidak butuh ibadah kita” saya sudah menjelaskan tentang makna ibadah, dan kriteria-kriteria kapan sesuatu itu disebut ibadah. Akan tetapi tidak apa-apa untuk kembali mengulasnya di sini. Ibadah sebagaimana yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah sebuah nama yang mencakup semua perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala baik berupa perbuatan atau perkataan, baik secara lahir atau secara batin.
Dan indikasi-indikasi untuk mengetahui sebuah perbuatan dicintai dan diridhoi oleh Allah sangatlah banyak. Misalnya perintah Allah untuk melakukannya. Perintah Allah kepada hambanya untuk melaksanakan suatu perbuatan adalah indikasi bahwa Allah mencintai dan meridhoi perbuatan tersebut. Janji Allah Ta’ala berupa ganjaran pahala dan keutamaan lainnya untuk pelaku perbuatan tersebut adalah juga indikasi lain bahwa Allah mencintai perbuatan tersebut. Begitu juga ancaman terhadap orang yang meninggalkan suatu perbuatan, maka ini juga indikasi bahwa perbuatan tersebut adalah dicintai oleh Allah.
Kita ambil contoh ibadah sholat. Sholat adalah ibadah. Saya kira tidak ada yang tidak sepakat untuk itu. Tapi pernahkah kita dapatkan di Al Qur’an dan As Sunnah yang menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa sholat itu ibadah? Misalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sholat adalah ibadah”. Dapatkah kita jumpai hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan demikian? Atau dari Al Qur’an? Wallahu a’lam. Saya secara pribadi dengan segala keterbatasan ilmu saya tidak mengetahui akan hal itu. Dan perlu diingat, ketidaktahuan seseorang terhadap sesuatu bukan berarti sesuatu itu tidak ada. Hmm, kaidah ini perlu untuk saya ulangi dan dicetak tebal. Ketidaktahuan seseorang terhadap sesuatu bukan berarti sesuatu itu tidak ada. Contoh sederhana dari kaidah ini seandainya kita ditanya, “Apakah di rumahmu ada tikus?” Sementara kita sendiri tidak tahu, apakah di rumah kita ada tikus atau tidak ada. Apakah ketidahktahuan kita akan menyebabkan serta merta kita menjawab “Tidak ada!”? Atau kita menjawab “Tidak tahu”? Toh bisa saja rumah kita disusupi tikus-tikus yang kita tidak tahu di mana mereka berada.
Kembali kepada pembahasan. Saya tidak tahu dan saya katakan “wallahu a’lam” tentang ayat dari Al Qur’an atau dari As Sunnah yang menyatakan bahwa “Sholat itu ibadah”. Akan tetapi, kalau saya ditanya apakah sholat itu ibadah? Tentu saja saya akan menjawab dengan pasti, “Jelas sekali bahwa sholat itu ibadah.”
Bukankah Allah memerintahkan kepada kita untuk mendirikan sholat?
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah berserta orang-orang yang rukuk!” (Al Baqarah 43)
Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaan sholat?
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ
فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا
“Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada: “Kabarkan kepadaku jika seandainya di depan pintu salah seorang dari kalian mengalir sungai. Dia mandi di situ lima kali sehari. Apa yang kalian katakan? Apakah yang demikian itu akan menyisakan suatu noda padanya? Para shahabat menjawab, “Tidaklah menyisakan dari nodanya sedikitpun”. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang demikian itu seperti halnya sholat lima waktu. Allah hapus dengannya kesalahan-kesalahan” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Bukankah Rasulullah telah mengancam mereka yang meninggalkan sholat dengan ancaman kekufuran?
عن جابر قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Antara seseorang dan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim)
Sholat adalah satu perintah Allah, memiliki keutamaan yang besar, dan orang yang meninggalkannya terancam dengan ancaman yang besar. Dari indikasi-indikasi ini menunjukkan bahwasanya Allah mencintai dan meridhoi perbuatan sholat ini. Karena itu sholat adalah ibadah.
Kembali kepermasalahan tauhid. Apakah Allah memerintahkannya? Jelas sekali. Banyak sekali ayat yang memerintahkan kita untuk bertauhid. Misalnya firman Allah Ta’ala:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئً
“Dan beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan suatu apapun” (An Nisa 36)
Begitu juga tentang keutamaannya. Rasulullah mewasiatkan kepada Muadz bin Jabal radhialllahu ‘anhu:
يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ بِهِ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا
“Wahai Mu’adz, tahukah Engkau hak Allah atas hambaNya, dan hak hamba atas Allah?” Aku berkata: “Allah dan rasulNya lebih tahu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas hambaNya yaitu mereka hanya beribadah kepadaNya saja dan tidak menyekutukanNya dengan satu apapun. Dan hak hamba atas Allah yaitu Dia tidak mengadzab siapa saja yang tidak menyekutukanNya dengan satu apapun.” Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah aku mengkhabarkan manusia tentang ini?” Rasulullah ‘shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan Engkau kabarkan mereka lalu mereka hanya bersandar diri!” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Adapun orang yang melanggar tauhid dan melakukan yang merupakan lawan dari tauhid yaitu kesyirikan terancam dengan ancaman yang sangat keras. Allah telah berfirman:
إِنَّهُ ُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya barang siapa yang berbuat syirik kepada Allah maka Allah telah haramkan atasnya surga. Dan tidak ada seorang penolongpun bagi orang-orang yang dzholim.” (Al Maidah 72)
Begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارَ
“Barang siapa yang berjumpa Allah dan dia tidak menyekutukanNya dengan apapun maka dia akan masuk surga dan barang siapa berjumpa denganNya dan dia menyekutukanNya dengan sesuatu dia akan masuk neraka.” (HR. Muslim)
Tentu saja dengan dalil-dalil di atas, kita yakin bahwasanya perkara tauhid ini adalah perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhoi olehNya. Dengan demikian kita dapat simpulkan bahwasanya tauhid ini adalah ibadah yang dicintai dan diridhoi oleh Allah. Bahkan, selain tauhid itu adalah ibadah, dia menjadi landasan dan pondasi untuk ibadah lain, agar ibadah lain itu diterima oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu (wahai Muhammad) dan kepada mereka yang sebelum Engkau, “Jika Engkau berbuat kesyirikan maka sungguh amalan-amalanmu akan terhapus dan Engkau akan termasuk dari orang-orang yang merugi” (Az Zumar 65)
Dan bukan suatu yang aneh, jika ibadah-ibadah harus dibangun di atas suatu pondasi yang pondasi tersebut adalah ibadah pula. Bukankah dinding sebuah bangunan yang tersusun dari batu bata atau batu batako yang bertumpuk-tumpuk terbangun di atas suatu pondasi yang batu pula? Wallahu a’lam.
Mudah-mudahan penjelasan di atas bisa menjelaskan bahwa tauhid adalah ibadah.
Sekarang, tersisa pertanyaan ke-3, yaitu bahwa tauhid tidak berbentuk amalan seperti halnya sholat, puasa, haji, zakat dan lain-lain?
Sebenarnya, kita sudah mendapatkan jawabannya sejak kita mengetahui apa pengertian dari ibadah. Bahwa yang namanya ibadah tidak hanya mencakup amalan badan, tapi juga mencakup amalan hati dan lisan. Tawakkal, rasa takut, pengharapan, ikhlash, rasa cinta dan lain-lain yang berhubungan dengan hati adalah ibadah ketika itu adalah hal-hal yang dicintai oleh Allah dan diridhoi olehNya. Sebagaimana juga halnya dzikr, membaca Al Qur’an, berkata jujur dan hal-hal yang berkaitan dengan lisan dan dicintai oleh Allah serta diridhoi olehNya adalah ibadah. Ibadah tidaklah terbatas terhadap amalan-amalan yang sifatnya lahiriyah saja akan tetapi juga mencakup yang sifatnya batiniyah. Wallahu Ta’ala A’lam.
Filed under: Aqidah | 1 Comment »